Halaman

Minggu, 26 November 2017

Magnet Rezeki: Cerita Mardigu Wowiek (Part 4)

Magnet Rezeki - Cerita Inspiratif

Silahkan baca cerita sebelumnya disini"
Part 1, Part 2, Part 3


BERSYUKUR DAN BERSALAH

(bagian ke empat kisah nyata cerita bersambung)
Begini pak Aly demikian saya membuka cerita. Almarhum ayah berbisnis dengan menjaminkan asset rumah ternyata mitra usahanya tidak amanah. Tidak pernah membayar dan tidak pernah menyicil. Sewaktu di gadaikan jadi avails, jaminan tambahan nilai rumah di mark up tinggi sekali. Sewaktu itu ibu ikut tanda tangan.
Sebagaimana seorang yang
awam, ibu pikir semua sudah lunas sudah ngak ada masalah dan dokumennya ada sama saya.
Karena itu ibu terfikir ingin menjual rumah tersebut karena sudah lewat seribu hari almarhum bapak. Dia mau pindah ke tempat kelahiranya lagi di Malang.
Saya lalu ke bank dan tenyata pinjaman plus beban uang kalau di bading dengan harga ruma itu di jual nilainya NOL, padahal semua bunga sudah di hair cut, sudah di potong hanya pokok. Karena dulu di mark up di tambah provisi, maka nilanya jika di jual ibu hanya mendapat surat saja, ngak ada uangnya.
Saya lalu mengejar si penjahat Julian ini, ternyata ketika saya ketemu kemarin malam, dia juga tidak dalam kondisi memiliki uang tersebut. Diakatakan proyeknya bermasalah dan dia ada masalah dnegan istrinya yang kena cancer.
Pak aly dia saja ketika saya berbicara berdua di mushola di lantai dua tersebut.
Saya lalu ingin melakukan alternative terakhir. Say alihat asset saya ternyata ada banyak yang sedang di pakai sebagai avails proyek dan yang free hanya tinggal rumah cinere dan 4 mobil. Jika di jual sekarang dengan masa sulit seperti ini kalau mau jual cepat paling hanya laku 80% menutupi beban asset ibu.
Itupun saya tidak tahu bicara apa dengan keluarga di rumah, dengan istri dan anak saya, saya tidak tahu. Apa lagi saya melepas asset yang di pakai yayasan, di pakai rumah yatim ini. Saya berat pilihannya, saya ke sini hanay untuk share ke sampeyan saja.
Pak aly masih terdiam.
Saya lanjutkan cerita saya, 4 hari lagi tetangga sahabat ibu akan melakukan transaksi dan sudah cocok harga. Dia minat membeli rumah tersebut. Harganya bagus namun saya bingung karena jika kebeneran yang saya katakana kepada ibu bahwa ketika transaski di bayar uangnya semua di ambil bank, saya mesti bagaimana? Ibu pasti rubuh. Pasti kecewa dan sedih berkepanjangan.
Sementara saya harus putuskan sesuatu dengan itu saya memerlukan banyak masukan. Kalau waktunya bukan 4 hari maka ceritanya lain. Namun 4 hari adalah 4 hari adalah 96 jam.
Sebentar mas, saya panggil pengurus. Coba saya rembukan.
Oh jangan pak Aly, ini buat sampeyan saja dan saya ngak minta apapun hanya perlu teman berbagi.
Pak Aly hanya tersenyum dan melangkah ke tangga menuju ke bawah. Dan saya tahu ada orang dalam kantor kecil di bawah. Saya pun berdiri dan melihat sekeliling , anak-anak sebagian sedang membersihkan sisa masakan dan makanan. Dan saya sesaat melamun.
Suara saya terpecah dengan sapaan, assalamu’alikum pak! Dan saya jawab segera waalalikum salam.
Tampak 4 pengurus hadir di sekeliling saya. Setelah menyalami kesemuanya, kami berlima duduk melingkar. Pak aly buka bicara. Mas, kami putuskan kita pindah ke Tasikmalaya dan sebaiknya gedung ini di jual untuk menebus rumah ibu.
Duaaar, saya seperti tersambar geledek. Loh kok gitu pak aly?
Begini mas wowiek, kami merasa rumah yatim sudah bisa berdiri sendiri di manapun dan rumah yatim tidak ada masalah apapun. Sementara mas wowiek punya masalah besar dimana kalaupun rumah ibu berhasil di tebus dengan sekemampuan mas wowiek tetap mas wowiek dalam ke adaan minus.
Mas wowiek tidak punya asset rumah , tidak punya kendaraan dan banyak lagi persoalan yang akan di hadapi kedepannya. Sementara kita di rumah yatim, hanya memindahkan kantor saja. Sederhana. Dan kami tadi hanya bicara 5 menit, semua sepakat setuju.
Pak aly melanjutkan, Syurga ada di telapak kaki ibu mas, apa yang mas wowiek akan perbuat masih belum ada apa-apanya untuk mencapai ridho orang tua. Kami melihat peluang membantu sesama, mengapa kami harus berfikri dua kali. Ini juga bagian dari Jihad rumah yatim mas.
Saya melonggo. Air mata saya menetes deras. Ya Allah ya Robb…maafkan keputusan ini ya Allah kalau salah pasti karena kami manusia biasa dan kalau ini kebenaran dari MU mohon permudah jalan bagi Rumah Yatim kedepannya.
Saya membungkuk khan diri bersujud di sajadah mushola tersebut. Bisa jadi ini sujud terakhir di ruang ini yang akan kami putuskan untuk di lepas asset ini.
Tak lama pak aly berkata, mas, sebenernya yang naksir bangunan ini banyak, salah satunya adalah swalayan besar yang membeli semua toko mirah. Dan ini momor telpon nya. Pak Aly menyodorkan sebuah kartu nama ketika sujud saya selesai.
Syukron pak Aly. Saya melihat kartu nama tersebut dan ada nomor telpon dan nama pejabat peminat gdeung ini yang di sodorkan pak aly dan saya kemudian berkata, bada azhar saya telpon pak. Kemudian saya bersiap-siap kebawah untuk mengambil wudlu karena akan sholat azhar. Setiap ketemu anak anak, mereka bukan cium tangan saya tetapi memeluk saya. Saya heran namun saya bisa pastikan, kakak Pembina kakak asuh dan pak aly sudah mengabari mereka.
Wajah mereka polos menatap saya, memeluk saya dan berkata: insyaAllah berkah pak. Yang lainya berkata : Tabah ya pak, dan banyak lagi kata-kata penyemangat tersebut. Ya Allah ya robb, anak-anak ini baik-baik sekali, terma kasih nak demikian komentar saya. saya benar-benar tidak kuasa menahan tangis air mata di pipi saya. Deras air mata mengalir dan pikiran saya galau di antara bersyukur dan bersalah itu tidak enak sekali rasanya.#peace (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar