Lanjutan cerita sebelumnya di part 1
PECUNDANG
(bagian kedua kisah nyata cerita bersambung)
Saya langkahkan kaki saya kembali kejalan
raya. Pikiran saya hanya satu , menuju bandara changi. “Last flight” sudah
lewat, ambil pesawat jam pertama jam 5.45 waktu setempat, balik ke Jakarta. dan
waktu itu 5 jam lagi.
MRT sudah tidak ada yang jalan, bus umum
pun sudah tidak ada yang beroperasi. Taxi meteran selalu penuh. Posisi rumah
Julian dekat dengan esplanade dimana pasti malam ini sepertinya ada acara kalau
melihat taxi selalu penuh dari arah gedung opera itu.
Saya menunggu dengan sabar karena tidak
tahu juga mau
ngapain. Tiket “go show” saja di bandara. Lalu saya mengambil telefon genggam saya dan mencoba menghubungi adik saya. siapa tahu dia belum tidur.
ngapain. Tiket “go show” saja di bandara. Lalu saya mengambil telefon genggam saya dan mencoba menghubungi adik saya. siapa tahu dia belum tidur.
Telepon berdering lama, sampai ada jawaban
di sisi seberang sana. Assalalmualakum, iya mas!!
Bang, ade ada? Masih bangun dia? Saya
bertanya kepada penerima telefon. Yang menerima adalah adik ipar saya yang
orang medan asal daerah kisaran ini. ya mas sebentar, kayaknya baru mau tidur.
De, ini kang mas kau, demikian logat
sumatera utara nya kental walau 10 tahun tinggal di malang tidak merubah apapun
dari logatnya.
Ya mas, terdengar suara adik saya di sisi
telepon. Lu dimana mas? Kok suara telephon nya begini?
Aku di singpur de, aku ketemu Julian. Saya
menjawab dengan nada datar
Terus? Adik saya meminta penjelasan
Julian hidupnya “screw up” juga ternyata.
Katanya bisnis nya berantakan dan bininya kena cancer. Tadi pas aku ketemu
istrinya muntah darah sekarang ke rumah sakit mereka. Ya aku balik lah.
Ah mas, lu gila juga deh pakai ke singapur
segala. Bank bagaimana? Kita dapat hair cut?
Mau, tetapi masih ada biaya-biaya, gapapa
lah yang penting ada putusan cepat daro bank dan aku sudah tanda tangani
kesepakatan. Lagi kondisi begini di putusan sekarang dan harus cepat yang sakit
paling satu dua, di putuskan lama-lama yang sakit bisa semuanya.
Jiaah lu, masih berfilosofi lagi. Adik saya
nyindir.
Jadi bagaiman sekarang? , 4 hari lagi
transaksi lo, ibu sudah ngingetin tadi malam bada isya.
Gimana ya dek? Apa kita bilang apa adanya.
Aku ngak tahu harus bagaimana lagi.
Ah lu gila mas, jangan, ibu kita sudah
cukup susah dan berat perjalanannya, masak punya anak dua ngak bisa bantu
apa-apa malah menyerah kalah.
Duit aku kurang de. Duit adek?
Ya sedikit banget tunainya tetapi asset
ada, pabrik pupuk di pujon sama rumah ini.
Ah lu gila mau lepas rumah, saya komentar
begitu. Juga pabrik pupuk organic walau kecil menghasilkan. Dalam kondisi
begini jangan pernah lepas asset produktif dek. Aku pernah peunya pengalaman
khan 10 tahun lalu. Kita pakai cara lain.
Ya tetap saja aku ngak bisa bantu banyak
mas, kata adik saya. tunai seadanya aku dorong lah.
Selagi diskusi, sebuah taxi berhenti tepat
di depan saya dan saya matikan telephon adik saya, de aku naik taxi dulu, call
you back ya ketika sampai bandara.
Ngak usah mas, aku mau tidur, besok antar
ibu ke dokter chek up. Safe flight ya.
Saya menghempaskan badan saya ke bangku
taxi belakang dan berkata, airport please garuda.
Supir tersebut mengangguk dan berkata, very
well sir. Dan dia pun menatap sekilas wakah saya dengan sudut matanya lalu
berkata, you look like shit what happened?
Hah, kaget juga saya di komentari seperti
itu dalam hati saya. Saya tidak langsung menjawab tetapi balik memperhatikan
dirnya sang supir. Perawakannya sedang, berkulit gelap, ber wajahnya gelap dan
berkumis. Menurut tebakan saya usianya rasanya lebih dari 6o tahun.
Are you indian sir? Saya bertanya balik.
Dia tersenyum, I’m half indian half malay,
I was born Malaysia, now Singapore citizen.
Saya basa basi, well you look like a very
wise person, I can see from your face
No lah, I am a person who made a lot of
mistake until present young man, that why I notice you are quite mess up
because I know that looks!
Bener pak, saya mess up.
Tell me story, its sleepy time this hours.
Dia meminta say abercerita di tengah malam dari pada ngantuk.
Well.. ok i tell you my short story,
kemudian saya pun bercerita singkat kisah saya. intinya saya tidak tahu jalan
keluar lagi untuk menutupi kekurangan uang untuk bank makanya terfikir untuk
memberi tahu ibu apa adanya.
What? Kalau kamu mengatakan sebenarnya kamu
akan menyakiti ibu kamu! Demikian dia setengah berteriak yang mengagetkan saya
balik.
No no no young man, no! absolutely NO!
You are muslim aren’t you? Dia bertanya
apakah saya muslim. Yes sir saya jawab cepat. I’m muslim too, demikian di
menjelaskan posisi dia.
Kita tahu bahwe kita dilahirkan oleh ibu
kite .. ahhh dalam hati saye berkate, diapun mulai cakap melayu sekarang. Ya
lebih baik lah dari pada singlish singapur English, pusing kepala saya,
mendengar singlish di telinga saya.
Young man, saya sekedar mengingatkan, tak
niat menguru i. kita jangan pernah membuat sedikitpun hati ibu kita tergetar
akan kecewa atau sedih karena perbuatan kite.
Jangan, jangan sekalipun. Ibu kita akan
susah karena kita mengatakan sebenarnya. Ingat, kebenaran yang paling terbenar
adalah kebenaran yang tak menohok hati siapapun. Kalau kau mengatakan kebenaran
namun hati ibumu tertohok, kebenaran apa yang kau bawa itu? Huh!. Ingat ya,
yang sebenarnya di ungkapkan itu bukan yang terbaik. Jangan-jangan itu hanya
pelarian kamu atas ketidak mampuan kamu. Itu bukan kebenaran yang kamu akan
lakukan.
Kamu ini pecundang sebenarnya kalau ibu
kamu tersakiti oleh perbuatan kamu. Walau kamu bilang tadi akan mengatakan hal
sebenar benarnya.
Saya berkerut kening mendengar perkataannya
karena merasa saya tidak berbuat apapun hanya berusaha menyelamatkan namun
sudah tak tahu lagi harus berbuat apa.
Melihat wajah saya berkerut melalui kaca
spion nya dia tersenyum. Kamu kecewa dikatakan pecundang oleh saya ya? Lebih
baik kamu kecewa oleh saya namun kamu tidak mengecewakan ibu kamu karena saya.
Saya diam saja.
Kamu tahu, kita orang muslim punya sebuah
pelajaran, bahwa kita berhutang air susu ibu kita itu banyak sekali. Apapun
yang kamu perbuat untuk ibumu masih jauh dari apa yang ibumu pernah berikan
kepadamu. Hutang air susu ibumu tak akan pernah terbayar oleh perbuatan kamu
apapun itu.
Dan satu lagi kamu harus ingat. Hati ibumu.
Jangan kamu bermain-main kebaikan hati ibumu. Benarlah Hatinya seorang ibu
seluas samudera, benar. hati ibu seperti air. Benar. Hati ibu bagai air itu
mengalir selalu mencari ketempat yang lebih rendah, benar. itu lah hati seorang
ibu kepada anaknya. Dan jangan kamu mafaatkan hati sang ibu itu. Jangan.
Kamu boleh ambil ember, lalu kamu isi air.
Kalau ambil pedang tajam lalu kamu belah itu air pakai pedang tajam kamu tadi.
Air terbelah ketika pedang menebas. Namun tak lama air itu menutup kembali
seperti semula.
Itulah hati ibumu, itulah hati setiap ibu
kepada anaknya.
Dan kamu mau menyakiti hati ibu kamu?
Dengan akan mengatakan kamu tidak mampu dan ingin menyerah dengan mengatakan
kebenaran?!!! Benar hati ibu kamu nanti akan menutup kembali bagai air terbelah
pedang tadi. namun ingat dia melihat satu hal daripada kamu, kamu anak yang
pecundang.
Jangan coba-coba belah hati ibumu. Kamu
masih berhutang air susu ibumu. Faham kamu nak?!!!!
Mendengar kata-kata itu, saya senderkan
lebih rendah lagi posisi duduk saya ke tempat duduk taxi di belakang . di saat
“down” begini, ada seorang yang menasehati saya dari sisi lain kehidupan yang
membuat sesak dada saya. Seketika semua lampu jalanan saat itu mendadak menjadi
terlalu silau.
Terlalu bersinar, karena ternyata efek dari
air mata di mata saya yang mengembang tak menetes namun berkumpul di pelupuk
mata yang memuat semua pemandangan lampu jalanan menjadi berpijar menyilaukan.
Saya tahu jika saya kedipkan kelopak mata ini, air mata tersebut pasti tumpah.
Saya hanya bisa menaikan telapak jemari tangan saya menyapu muka saya sekaligus
menepis air di kelompak mata dengan rapuan telapak tangan di wajah saya. Lama
wajah saya saya tutup telapak tangan saya. hingga terdengar suara…
Gate 1, garuda sir, that will be 37 dollar.
Suaranya merdu datar dan sopan mengingatkan saya sudah tiba di change aiport.
Saya
mengambil 50 dolaran, dan berkata “keep the change” pak, thank you for drving
me and teach me a good lesson. Dia tersenyum dan berkata, thank you.. it’s part
of my life. we are all muslim right? , we are all brother.
Assalamu’alaikum. #peace (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar