Halaman

Sabtu, 25 November 2017

Magnet Rizki: Cerita Mardigu Wowiek (Part 1)

Magnet Rizki - Cerita Inspiratif

Ada seorang pengusaha Indonesia yang memiliki banyak perusahaan dengan asset trilyunan rupiah. Namun ternyata di balik kesuksesannya, ada sebuah kisah yang mengharukan yang pernah dialaminya.

Pengusaha tersebut bernama Mardigu Wowiek. Pada kesempatan ini ia menceritakan pengalaman cukup berat yang pernah ia lalui sekitar 8 tahun lalu.

Semoga, dengan cerita ini kita semua bisa mengambil pembelajaran ya..



HANYA SEORANG PEJUANG TAHU ARTINYA KEKALAHAN

(Inilah kisah nyata saya pribadi yang saya ungkap sedikit hanya untuk menunjukan saya manusia biasa yang pernah kalah)
Mas, demikian suara keras ibu saya memanggil saya ketika baru masuk rumahnya.
Dalem bu, demikian saya menjawab kebiasaan saya ketika di sapa olehnya.
Mau nanya mas, surat tanah dan rumah ibu kata adek ada di mas wowiek ya? Ini adalah suara ibu saya 8 tahun lalu ketika sedang bertandang kerumahnya di bilangan Halim Jakarta timur.

Ilustrasi: Rumah Disita
Saya bertanya kembali, surat-surat rumah ini bu?
Iya, jawabnya sambil menyiapkan minuman kesukaan saya es teh manis pakai merek kampung teh Potji kesukaan saya. dan dilanjutkan komentarnya, kata
adek , mas yang pegang.
Sebuah “kode” keras saya dapatkan mendengar kata “kata adek”. Iya kami hanya berdua dan adik saya satu, wanita tinggal di malang dengan suaminya dan anak satu.
Langsung saya jawab, iya bu ada sama aku.
O iya sudah kalau begitu, siapin ya, karena ibu mau jual rumah ini dan mau pindah saja dari Jakarta. ballik kampung ke pujon saja, ke malang saja lagi, khan adek juga di sana. Di Jakarta sudah ngak ada siapa-siapa ngak enak. Bapak almarhum sudah 1000 harian. Ibu mau jual saja tanah dan rumah ini. balik kampung, berladang saja, kayak dulu lagi.
Ibu saya nyerocos bercerita keinginannya dan saya hanya satu hal, di kepala saya mencoba mengingat “dimana surat rumah ini”. aslinya, saya tidak tahu tetapi adik saya berkata “ada di mas wowiek” itu kode bagi saya.
Iya bu, heeh, aku setuju. Mendingan ke malang, udara bersih, suasana asri dan ngak seperti Jakarta yang macet, bising, kasar dan udara kotor ngak baik buat kesehatan.
Ibu berkata, kebetulan tetangga sebelah sahabat ibu mau beli rumah ini , katanya buat tinggal anaknya supaya pada ngumpul. Mungkin minggu depan transaksi mas. Siapin ya dokumennya.
O iya bu, siyaaaap, hanya itu komentar saya sambil meneguk es teh manis favorit saya. manisnya ngak terlalu manis seperti kesukaan saya. dinginnya yang saya sukai. Ibu tahu sekali takaranya yang saya sukai.
Saya tinggal di bilangan selatan Jakarta, ibu di Jakarta timur. Setiap kesempatan saya mengunjungi beliau kalau beliau sedang di Jakarta namun selama menunggu acara hajatan 1000 harian ayah berpulang, ibu banyak di malang, di rumah adik.
Dan ketika ibu di Jakarta saya menginap dengan keluarga plus cucu cucunya yang pasti senang eyangnya yang cerewet ada di Jakarta. dan ketika hari itu saya mendatangi ibu, kebetulan sendirian. Jadi kami bisa berbicara berdua.
Selang beliau ambil wudlu untuk sholat saya mengambil kesempatan menelfon adik saya di malang. Karena saya sudah sholat dzuhur sebelum tiba di rumah ibu.
Saya naik ke lantai dua dan berbicara kepada adik saya, dek…itu surat tanah bagaimana ceritanya?
Adik saya tanpa jeda langsung bercerita, begini mas, aku dapat surat beberapa bulan lalu dari bank. Ternyata surat tanah dan rumah bapak ibu ini di jaminkan kebank dengan nilai 80% dari nilai rumah 3 tahun yang lalu, tepat 3 bulan sebelum bapak meninggal.
Sama siapa di jaminkannya?
Bapak almarhum yang jaminkan asset rumah sebagai avalis. Yang pinjam perusahaan bapak sama mitra nya orang Singapura Julian Kho namanya.
Ketika di jaminkan, selang kemudian bapak almarhum.
Rupanya Julian culas mas, dia tidak pernah bayar cicilan dan rumah ini sejak pertama di gadaikan tidak pernah di cicil bayaran. Sekarang sudah “call 5” dan akan dilelang 3 bulan lagi dan juga sebuah fakta menyakitkan bahwa nilai bunga serta pokok sudah 2 kali lipat. Harus bayar dua kali lipat kita.
Mendengar informasi ini darah saya memuncak dan asli saya marah, marah sekali.
Bajingan tuh orang singapura, segala sumpah serapah keluar dari mulut saya. gemetar badan saya menahan amarah.
Maassss, di mana? Terdengar suara ibu di bawah memanggil saya.
Dalem bu!! Saya jawab cepat setelah menutup telpon dengan adik saya, dan berkata sebentar bu, sholat dulu. Saya segera ke mamar mandi di atas dan menyiram muka saya dengan air, dan wudhu. Saya sudah dzuhur namun saya harus bersandiwara pada ibu saya kala itu, saya ini ngak tahu harus lakukan apa karena bingung. Lalu saya berkata, sebentar bu mas wowiek sholat dulu.
Saya ngak tahu ibu mengartikan sholat dzuhur atau apa, pokoknya saya hanya mau ambil jeda sesaat. Tak mungkin saya memperlihatrkan wajah saya yang merah. Mata saya yang nanar, tangan saya yang menggenggam erat karena emosi.
Saya pun sholat, sholat hajat. Intinya saya menjaga jarak sesaat dan munajat.
Sayapun turun setelahnya, wajah murka saya mudah-mudahan tidak terbaca oleh ibu. Nafas saya pun sudah reda.
Tak lama duduk di bawah depan taman dekat kolam koi, sang ibupun bercerita niatnya membeli lahan apel dan lahan jeruk dan niatnya berladang seperti dulu. Sewaktu masa kecilnya dulu. Ceritanya seru, semangat berapi-api dan ini menyenangkan sekali melihat ekspresi ibu seperti ini. mungkin karena sejak ayah almarhun 1000 hari sebelum ini ibu ibarat layangan putus, sesekali masih menangis karena kehilangan soulmate nya yang telah di tempuh hidup bersama selama 42 tahun.
Setelah banyak cerita saya pamit dan bertanya jam berapa pesawat besok berangkat ke malang, karena saya akan antar ke bandara. Singkat cerita saya pamit dan pembantu di rumah ibu 2 orang menyiapkan segala kegiatan ibu merapihkan barang-barang.
Karena kurang dari 7 hari lagi transaksi dan kurang dari 30 hari segala perabotan di bawa pindah kemalang.
Dalam perjalan menuju rumah saya, kepala saya berisi ribuan lintasan pikiran. Dari pikiran jahat hingga pikiran mulia. Tetapi 90% rasanya bakal criminal, pikiran jahat mendominasi saya.
Saya akan cari Julian kho, walau di singapura.
Tetapi saya juga harus ke bank yang akan melakukan lelang atas rumah tersebut, dan pastinya ibu tidak boleh tahu.
Malam berlalu tanpa saya nikmati. Paginya saya ke bank di wilayah warung buncit. Pejabat bank menjelaskan bahwa nilainya dengan bunga berbunga menjadi 2 kali lipat dari nilai pinjaman.
Saya pun menjelaskan saya akan bayar tetapi tidak mungkin kalau bunga saya bayar. Saya minta hair cut di lakukan, yaitu bayar pokoknya saja. Yang mengejutkan saya ternyata harga rumah tersebut value nya waktu di jaminkan di atas nilai rumah tersebut. Apreisal value nya naik hampir 50%. Jadi walaupun angkanya sudah di potong bunga , ke pokoknya saja, angka nya mencapai 10 digit juga.
Persis dengan harga yang akan terjadi transaksi. Persis. Jadi intinya kalau punya hutang di bank setelh hair cut di setujui pun dan rumah itu di jual, tidak ada sisa alias, seluruh nilai rumah akan hilang untuk menebus harga rumah tersebut.
Bisa di bayangkan ibu kita yang kita cintai kehilangan pasangan hidupanya dan 1000 hari kemudian harus kehilangan seluruh asset harta sisanya yang seharusnya bisa untuk menikmati hari tuanya.
Saya terdiam. Asli saya terdiam. Saya hanya keluar satu kata, pak saya bayar, saya minta hair cut, sudah 3 tahun tidak ada kepastian saya ahli waris mengatakan saya akan bayar, asal hair cut. Saya bicara panjang lebar dan satu hal pesan yang saya sampaikan, saya tahu apa yang saya harus lakukan dan saya kenal dunia bank, seberapa bajingannya bank saya kenal. Intinya, jangan main sepihak, saya manusia yang serba penuh keterbatasan.
Di desak seperti ini seharian, sampai ke direksi, saya berikan personal garansi boleh cek reputasi saya, saya bayar asal “hair cut” dan di setujui. Saya boleh menarik nafas lega sedikit, walau masalah belum selesai.
Sebagai pebisnis, uang “idle” itu langka, sebenarnya saya tidak pegang uang sebegitu nilainya. saya 8 tahun yang lalu semua lagi menaman. Tidak mungkin saya buang atau jual karena semua lagi bergerak.
Saya kejar Julian pun menurut saya tidak akan bisa menyelesaikan masalah saya dalam waktu dekat. Interpol mudah mencarinya namun melihat gelagat seperti begini, ini masalah panjang. Tidakan kriminalnya pasti saya kejar. Tapi sekali lagi, saya tidak punya “luxury” waktu. Harus buat keputusan cepat.
Bagi saya, menyelesaikan masalah ibu jauh lebih penting. Waktu hanya tingal 6 hari lagi. Setiap detik berjalan, saya tegang.
Apa pilihan saya?
Mengatakan sebenarnya kepada ibu? Bu maaf, harta ibu di jaminkan dan tidak bisa di tebus. Harta ibu habis tidak bersisa. Iya saya harus bicara begitu? Yang pasti mengatakan sebenarnya akan membuat ibu jatuh. Saya tahu sekali ibu.
Atau alternative kedua mencari Julian dan memaksanya membayar? Tetapi bagaimana mencarinya? Atau pilihan terakhir : membayar menebus dokumen tersebut namun saya tidak punya di tangan semua itu. Kurang.
Kepada siapa saya mengadu? Kepada siapa saya meminta pertolongan? Seperti semua sahabat tahu, ternyata pilihan ada di diri kita sendiri bener khan?
Ada 3 pilihan yang di ambil dan harus di lakukan salah satunya, segera.
Karena saya terdesak, saya pilih, yang kedua. Saya cari Julian. Saya punya akses untuk hal itu dan setelah mencek imigrasi “confirm” dia sedang tidak di Indonesia, dia di luar . Bisa jadi juga tidak di singapura. Saya cek Interpol dengan akses saya, dia ada di singapura. Tanpa pikir panjang, saya berangkat langsung ke Singapura bawa badan dengan passport khusus.
Hari kelima sebelum transaksi saya tiba di singapura pesawat siang. Sendirian.
Saya sudah dapat alamatnya, saya kejar. Di rumahnya tidak ada, ada di kantor saya kejar juga. Lagi keluar juga, saya balik lagi kerumahnya saya tunggu di sekitar rumahnya. hingga malam sekitar jam 10an belum juga datang. Karena emosi, saya grasak grusuk, entah iblis apa bersama saya, saya sangat murka dan terus memompa amarah saya. rasanya saat itu Saya sudah tidak ada takutnya sama sekali.
Dan setengah sebelas an malam, seorang tinggi besar badan setengah bungkuk keluar dari mobil. Ahh ini dia si Julian. Keluar pintu mobil dia berjalan ke arah rumahnya dari car park dan ketika hendak masuk di halaman rumahnya yang kecil. Saya pun menyapa, hei mr Julian!!
Dia terperangah mendengar panggilam keras tersebut. Kami saling kenal dan saya yakin dia hafal suara saya. Saya tahu dia, dan dia tahu siapa saya.
Wajahnya menatap saya sekilas dan melihat saya melaju cepat kearahnya hingga jarak hanya 2 meter tepat di depan mobil dan halaman rumahnya. Dia tahu sekali saya sangat emosi.dan bisa melakukan apapun atas nama kebenaran versi saya.
You know why I am here? Saya berkata dengan kalimat sinis dan dengan anda intonasi marah di tambah suara saya keras.
Yes, katanya dengan lugas dan matanya tidak menatap saya lagi.
I need no answer, give back all my father money and you are still the same as it is. Saya langsung mengancam bayar seluruh uang ayah saya, dia akan menjadi manusia yang sama seperti sekarang.’
Dia menarik nafas dan berkata, saya tidak ada uang , I don’t have the money, all in project and its don’t run well.
Saya menahan tangan saya namun tetap saja tangan saya naik sedikit dan dia tahu gerakan itu dan mencoba menghindar. Saya tidak sampai menghajarnya namun gerakan itu sudah nyaris terjadi. Saya bukan jagoan bela diri apapun, namun saya bukan orang normal saat itu. Emosi saya memuncak sangat ingin membunuhnya.
Tak lama di jendela rumahnya nonggol wajah ibu tua, saya rasa istrinya. Mungkin terganggu dengan diskusi kami dan suara saya yang keras pasti terdengar.
Saya pun menatap wajah tua wanita tersebut yang pucat, yang agaknya sedang sakit.
Saya berkata, are you Julian wife?
Diangguk olehnya dan saya pun mendekat kearah jendela dan berkata, you know that your husband stealing my father money ? saya berkata keras dengan niat seluruh tetangga agar mendengar dengan tangan menunjuk ke Julian.
Wanita paruh baya itu menatap saya dan menggelengkan kepalanya.
Saya berkata ke Julian, hei you, Julian, I wan you admit that you stole my father money? You are aware that loan that you take with my father asset pledge to the bank you never paid a penny, that not by accident that you are intentionaly stealing my father money. itu niat kamu dari awal mengambil uang tersebut, itu mencuri uang ayah saya.
Dia terdiam, Julian terdiam. Istrinya terdiam. Dan saya pun pasang muka marah ke arah keduanya.
Tak lama kemudian wanita paruh baya itu menutup mulutnya dan batuk ngegerowok keras ekali, kemudian menutup tirai jendela, dan terlihat bayangan dia berjalan kedalam dan kembali batuk sangat keras dan terdengar suara lirihan darinya, help me…
Julian bergegas masuk saya pun perlahan mengikuti dari belakang dan melihat sang istri sedang setengah membungkuk, dan muntah, muntah darah segar.
Saya shock!!
Sang istri di papah Julian ke tempat tidur dan Julian menelpon emergency line.
Saya mundur keluar rumah perlahan hanya melihat dari kejauhan, disisi lain saya sangat murka, disisi lain saya kasihan, disisi lain saya tidak tahu harus melakukan apa, karena bukan sebuah peristiwa yang umum terjadi.
Saya hanya bertanya ke Julian , what’s happened?
Julian berkata, She was sick, she got cancer, setelah berkata cepat dia kembali sibuk mengurusi bekas darah di lantai dan bergegas mengurusi sang istri.
Saya berdiri mematung di tepi jalan dan tak lama ambulan datang. Semua berlangsung cepat, kira-kira kurang dari 15 menit kemudian tinggal saya sendirian. Rumah Julian di tinggal masih dalam keadaan tidak di kunci, kosong. Julian dan istrinya naik ambulan ke rumah sakit.
Saya lunglai di negeri orang. Hari berlalu dengan cepat, saya menatap jam sudah menunjukan waktu tengah malam dan menunjukan satu hal yang pasti bahwa 4 hari lagi menuju deadline sisi kenyataan lain menunggu keputusan. #peace (bersambung)

2 komentar:

  1. Bagus sekali p Wowiek.
    Billy Sunarno yg pernah di PT Megasino Investama, WTC.
    0811146563

    BalasHapus
  2. Banyak dialami oleh berbagai warga , tapi mas Wowiek bisa mengambil inisiatif yg tepat , membela ibu nya dg penuh tanggung jawab
    Hanya dimiliki oleh orang2 yg memiliki value dan integritas tinggi

    BalasHapus